Selamat Datang

Senin, 03 Januari 2011

Kisah Drogba Memperjuangkan Kesembuhan

LONDON, KOMPAS.com — Bagi striker Chelsea, Didier Drogba, sukses dalam sepak bola hanyalah sementara. Namun, baginya, hakikat hidup manusia adalah membantu sesamanya.

Sebagai pemain ternama di Liga Inggris, Drogba tidak jauh dari kehidupan glamor dan bergelimang harta. Dengan gaji yang konon mencapai 150.000 poundsterling atau Rp 2,1 miliar per pekan, Drogba bisa memiliki semua harta benda yang ia inginkan.

Drogba tidak menggunakan seluruh uangnya untuk foya-foya. Ketika teman-temannya memilih membeli mobil supermewah dengan harga miliaran rupiah, pemain 32 tahun itu "hanya" membeli Mini Cooper untuk tunggangannya sehari-hari.

Drogba juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Tiga tahun lalu, pemain Pantai Gading itu mulai merintis kegiatan amal untuk membantu proyek kesehatan dan pendidikan di Afrika. Tak terhitung jumlah uang yang sudah ia salurkan untuk yatim piatu dan Palang Merah di negara kelahirannya. Pemain 32 tahun itu juga masih menyimpan ambisi membangun rumah sakit di Abidjan, kota kelahirannya.

"Sepak bola adalah hidupku, tetapi bagiku sebelum menjadi pemain profesional, aku tetaplah manusia," kata Drogba kepada The Sun.

"Hari ini aku bermain sepak bola, tetapi jika aku bekerja di tempat lain, aku akan tetap memiliki semangat yang sama untuk membantu. Ketika aku berhenti main bola, aku akan tetap melakukannya. Ini penting bagiku. Dalam sepak bola, Anda beruntung jika karier Anda bisa 10 sampai 15 tahun. Setelah itu, aku akan tetap punya waktu untuk melakukan ini," tutur peraih dua gelar Pemain Terbaik Afrika itu.

Belum lama ini, Drogba divonis mengidap malaria. Untunglah dia cepat sembuh karena mendapat perawatan maksimal di Inggris. Nasibnya jauh lebih baik dibandingkan dengan ribuan orang di Afrika yang meninggal akibat penyakit ini. Andai terlambat atau tak terawat dengan benar, hidupnya mungkin akan sama seperti rekannya yang meninggal akibat kanker darah (leukemia).

"Aku berusaha membantu adik temanku, Stephane. Aku ingin dia datang ke sini untuk mendapatkan perawatan leukemia. Aku melakukan segala hal untuk mendapatkan visa, tetapi setelah kami mendapatkannya, kami meneleponnya, tetapi dua hari kemudian dia meninggal. Dia 15 tahun," kisahnya mengenang kejadian empat tahun silam.

"Itu sangat sulit. Ketika Anda melihat orangtua, mereka percaya padamu. Mereka menelepon Anda, bertanya apakah Anda akan mendapatkan visa. Ketika Anda melakukannya, anaknya meninggal. Itu sangat menyakitkan. Sejak itu aku memutuskan, jika aku punya kesempatan, aku akan berusaha melakukan sesuatu," tambahnya.

Dari kisah memilukan itu, Drogba terketuk untuk menolong orang-orang yang menderita. Tahun lalu, misalnya, ia membawa seorang bocah bernama Yao ke Inggris untuk mendapatkan perawatan atas penyakit leukemia yang dideritanya. Drogba mengupayakan itu semua tanpa ingin publisitas besar-besaran.



Sumber : Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar